Ilmu Sosiatri sering mendapat kritik dan dipertanyakan keberadaannya di dalam khasana ilmu sosial. Salah satu pertanyaan tersebut adalah untuk apa Ilmu Sosiatri diadakan? Bukankah objek kajiannya tumpang tindih dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Jadi, pengadaan Ilmu Sosiatri merupakan sesuatu yang mubazir dan mengada-ada. Bukankah pengadaannya hanya untuk mengekalkan kepentingan segolongan orang untuk dapat disebut Sosiatris. Kritikan-kritikan tersebut sebagian benar, tetapi tidak seluruhnya benar. Sanggahan saya jelas, apa juga yang menjadi tujuan dari pengadaan ilmu atau disiplin yang menjadi konsentrasi penyanggah tersebut? Bukankah tujuannya juga sama saja, mengekalkan profesi keilmuan, ada interseksinya dengan ilmu lain, dan apakah pengadaannya juga tidak mubazir?
Pengadaan Ilmu sosiatri sangat jelas, yakni karena profesi sosiatris memang diperlukan. Sosiatris adalah ilmuan yang melihat masalah dari segi masalah itu sendiri, bukan dari segi solusinya. Dengan masalah itulah solusinya dicari, artinya analisis masalah adalah berdasarkan masalah itu sendiri, bukan dengan melihat pada solusi-solusi yang sudah dilakukan oleh negara lain atau oleh orang lain. Kesalahan-kesalahan seperti inilah yang menggiring negara kita tidak pada sampai pada solusi yang adalah solusi, melainkan solusi yang menghasilkan masalah baru. Sebagai contoh: 1) Pengadaan buku sekolah elektronik untuk meringankan harga buku, justru menimbulkan masalah baru? Coba pikirkan apa saja masalahnya. 2) Undang-undang atau peraturan mengenai pornografi? Bukankah justru ini malah menjadi masalah pengembar-gemboran pornografi?. 3) Pemungutan bea masuk untuk oleh-oleh dari luar neger? Luar biasa bakalan membuat masalah baru.
Profesi-profesi khusus berkembang seiring dengan perkembangan masayarakt itu sendiri. Di negara-negera tertentu, justru pengembangan spesialisasi didukung oleh cendekiawan dan pemerintah. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, di mana saya sekolah sekarang, ada Kajian Asia, Library and Information Science, Second Language Study, Hawaiian Study, Information and Communication, Information and Computer Science, Teknologi Information, dll. Bukankah ilmu-ilmu tersebut juga tumpang tindih? Lalu apa masalahnya dengan Sosiatri? Biarkan saja Sosiatri memiliki kesempatan untuk berkembang tumpang tindih. Bukankah yang lebih penting adalah hasil karya para sosiatris?
Hal ketiga yang saya anggap sangat penting adalah pengembangan kebanggaan sebagai Sosiatrist dan membuktikan peran serta di masayarakat. Sementara ini yang saya rasakan, karena tekanan-tekanan yang sangat besar dan kesangsian terhadap keberadaan sosiatri, Sosiatrist sendiri akhirnya menarik diri dan tidak berani menyatakan dirinya sebagai Sosiatrist. Banyak Sosiatrist yang justru mengaku dirinya sebagai Sosiologis, ahli dan pakar politik, ilmuan pembangunan masyarakat, dll. Mengapa Anda tidak tetap menjadi Sosiatris, toh Anda lulus dengan gelar Sarjana Ilmu Sosiatri?
Inilah tiga hak kecil yang coba saya kemukakan sebagai refleksi. Terutama untuk para sosiatris dan calon-calon sosiatris. Silahkan komentari pendapat saya. Mudah-mudahan dengan olah pikiraan dan sumbang saran Anda, saya dapat mengembangkan peran yang lebih baik di dalam mengukuhkan keberadaan ilmu ini dan menunjukkan bahwa Anda dan saya melakukan sesuatu untuk bangsa ini. Inilah kerja para Sosiatrist.
Mau tanya, prospek kerja sosiatri itu dimana saja dan bagaimana? mohon dibantu karena saya sedang memperluas wawasan saya tentang sosiatri untuk memilih jurusan PTN
BalasHapus