Print friendly

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpagePDF

18 Okt 2013

Keindahan perbedaan etnisitas di Indonesia

Hari ini, di kesempatan liburan Summer, saya berkesempatan untuk menonton sebuah dokumentari berjudul A beautiful blend: mixed race in America. Intisari dari dokumentari ini membahas mengenai pertumbuhan jumlah warga negara Amerika yang terlahir sebagai konsekuensi dari perkawinan antar ras. Ada dua sisi yang merupakan konsekuensi dari  kondisi multirasial, negatif dan positif. Di sisi positif, menumbuhkan kesadaran kita akan "nilai kemanusiaan". Apapun ras dan asal-usul keturunan, manusia terlahir dengan keunggulan. Keunggulan tersebut akan berkembang lebih baik jika ditopang dengan adanya persentuhan kebudayaan yang selanjutnya diiringin dengan tumbuhnya keinginan untuk saling memahami dan saling memperkaya keberagaman budaya tersebut. Di sisi negatif, orang-orang yang terlahir dengan multirasial, seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dan dianggap berbeda. Mereka kadang kala mendapatkan perlakuan diskriminasi di dalam pergaulan dan tidak jarang mengalami perlakuan tidak menyenangkan dan juga kekerasan.

Saya ingin mencoba merefleksikan informasi yang disampaikan dalam dokumenter ini ke dalam kondisi Indonesia, yang memang tidak besar jumlah multirasialnya tetapi memiliki tingkat keragaman etnis dan akan terus mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang memiliki multietnisitas di dalam satu diri.

Ada sisi positif dan juga sisi negatif dari keragaman etnis di Indonesia. Di sisi positif, keragaman etnis memperkaya budaya bangsa dan berpotensi menumbuhkan kesadaran akan kebutuhan untuk saling melengkapi satu sama lain. Di sisi negatif, keragaman etnis yang kemudian dengan mudah ditunggangi aspek-aspek lain, terutama politik dan ekonomi, mudah sekali memicu terjadinya konflik. Saya rasa sudah saatnya di dalam khasana ilmu sosial Indonesia, kajian etnis diberi tempat khusus. Selain itu pendidikan keragaman budaya dan etnis juga perlu dikembangkan secara lebih serius ke arah praktikal. Di dalam khasana ini, Sosiatri dengan fokus pada kajian etnis untuk kepentingan pembangunan sosial dapat dilakukan secara serius. Kajian ini tentu saja berbeda dengan kajian yang dilakukan di dalam Antropologi. Alasannya, kajian etnis di dalam Sosiatri perlu dilakukan untuk membuka khasana pembicaraan secara terbuka di dunia akademis untuk memikirkan apa saja potensi-potensi dari keragamaan etnis dan bagaimana perkembangan ke depan dengan semakin bertambahnya jumlah anak-anak yang terlahir dari perkawinan multietnis.

Selama ini kita terlalu mengusung konsep "persatuan dan kesatuan", yang sebenarnya sangat rapuh, karena sendi-sendi keberagaman yang seharusnya diperkuat untuk saling menopang persatuan dan kesatuan itu belum berkembang secara baik. Ilustrasinya adalah seperti sebuah rumah yang berpondasi termakan rayap, tetapi dicat bagus untuk "mengelabui" pembeli. Hasilnya ketika dibeli, pembeli akan mengetahui, kemudian komplain dan kepercayaan pembeli akan menurun. Ini terjadi dalam kasus kita. Persatuan dan kesatuan dijadikan slogan topeng untuk memacu masuknya dana asing, sementara di dalamnya, sendi-sendi perbedaan itu tetap saling bergesekan, dan suatu saat berpotensi konflik, jika tidak dikembangkan keunggulan dan kebutuhan saling mendukung.

Saya pikir sudah saatnya, dialog dan perbincangan tentang etnisitas di Indonesia dilakukan secara ilmiah. Kita sudah tidak pantas lagi bertopeng dibalik penyataan "demi persatuan dan kesatuan bangsa, jangan mengusung sesuatu yang berbau SARA". Sebab jika SARA (suku, agama, dan ras) jika dibicarakan secara ilmiah dengan mengemukakan nilai-nilai objektif akan menggulirkan banyak hal yang bisa diselesaikan dan dipulihkan akan menopang keutuhan rumah kita, Bangsa dan negara Indonesia.